Hari terakhir di Kamboja dalam rangkaian BlogFest Asia kemarin saya habiskan ke Phnom Penh. Berhubung tiket pulang pergi saya memang Jakarta – Phnom Penh – Jakarta, jadilah di hari terakhir BlogFest Asia, saya dan nonadita bergegas ke Phnom Penh yang suprisingly ternyata rata-rata peserta BlogFest Asia juga menuju ke sana. 😆 Dari Siem Reap ke Phnom Penh bisa ditempuh dengan bus selama 6 jam. Bisa by boat sih. Katanya lebih cepat. Tapi kok rasanya ngga sreg mau naik boat. 😆 Bus dari Siem Reap ke Phnom Penh (begitu juga sebaliknya) ada banyak pilihan, salah duanya adalah Mekong Express (yang saya dan Dita naikin dari Phnom Penh ke Siem Reap) seharga $12 dan Giant Ibis (yang saya dan Dita dan peserta BlogFest lainnya naiki dari Siem Reap ke Phnom Penh) seharga $13. Meskipun cuma beda $1 dan sama-sama deluxe bus, Mekong Express dan Giant Ibis itu beda jauh fasilitasnya. Giant Ibis jauh lebih nyaman sih, termasuk entertainment di bus-nya. Di Mekong Express, kami disuguhi karaoke lagu-lagu lokal Kamboja yang eh-sumpah-deh-ngga-ngerti-sama-sekali-eike-sih. 😆 Sementara di Giant Ibis, kami disuguhi film-film blockbuster hollywood. Plus ada wifi-nya di Giant Ibis ini, ya biarpun bapuk juga sih jaringannya.
Phnom Penh sendiri, sebagai ibukota dari Kamboja, selain wisata dalam kota, ngga banyak sih yang bisa dikunjungin di sini. Obyek wisata utama di kota ini, justru sebenernya horrible place buat saya. Yang sudah pernah nonton film The Killing Fields atau pernah baca-baca sejarah Kamboja dan Pol Pot, pasti tau cerita mengerikan sekitar tahun 70-an di Kamboja di mana Pol Pot menjadikan Kamboja sebagai kuburan massal warga Kamboja yang berusaha menentang Pol Pot. Yes, ke tempat-tempat ini lah saya, Nonadita, Andrew dan Trang berkunjung selama menghabiskan waktu di Phnom Penh, dengan menyewa tuk-tuk seharga $13 untuk pulang-pergi.