Curhat Colongan, Dodolz, ngga jelas

Safe or Sorry?

It’s better safe, or sorry?

Sumpah, susah bener menjawab pertanyaan itu. Ada moment-moment di mana saya memilih “selamat” dari pada “menyesal”. Tapi ada pula yang namanya “taking a risk“. Saya pernah mengajukan satu pertanyaan retoris di twitter : What is worse – Making a big mistake in life, or living the rest of your life saying “if only“? Kebanyakan sih merespon dengan living the rest of your life saying “if only.” Kenapa bikin kesalahan terbesar dianggap lebih baik? Rata-rata menjawab, karena “kesalahan” cenderung termaafkan seiring dengan berjalannya waktu kita memperbaikinya, tapi “menyesal” – ya seperti pertanyaan saya itu – bisa seumur hidup mempertanyakan “kalau saja”. Well, that’s what it’s call : taking a risk.

Secara filosofis, tidak melakukan apa yang aman adalah bagaimana kita akan menjalani hidup kita sepenuhnya. Dalam kebanyakan kasus, bagi saya, it’s not better to be “safe” than “sorry”. Saya tidak benar-benar menjalani hidup saya dengan cara “aman”, tapi juga cenderung berusaha meminimalisir risiko. Jadi lebih kayak memilih antara melakukan apa yang dirasa “nyaman” atau memilih “mengambil risiko” yang dianggap paling sedikit gitu lah… Ya ngga selalu sih tapinya… Ada titik-titik dalam hidup saya ketika sesuatu tidak berjalan seperti yang saya harapkan karena saya tidak melakukan apa yang “aman” atau nyaman atau normal, saya kan harus bisa belajar dari itu dan segera “moved on“. Ah kalo hidup ini “aman-aman” saja, kok rasanya kita ngga bersenang-senang ya? hihihihi… 

Dari segi “aman” secara literal, tentu saja, akal sehat jauh lebih penting. Kalo kita berencana menumpang mobil dengan seseorang yang mengemudi dalam keadaan mabuk, sudah pasti lebih baik dan aman naik taksi daripada menyesal dan mungkin malah mati. Itu sih bukan “mengambil risiko”, itu namanya bego! Gyahahahahaha… 

Kalo kamu? cenderung main “aman” atau berani “mengambil risiko”? Gimana kalo urusannya menyangkut “hati”? #eaaaaaaa

*nyamar jadi ninja sebelum ditimpuk massa*


 

44 thoughts on “Safe or Sorry?”

  1. bikin kesalahan terbesar seumur hidup? pernah, salah satunya waktu mutusin buat kerja di migas. dan, waktu keluar juga itu salah satu kesalahan terbesar pula.

    tapi kemudian, kesalahan itu bisa dipelajari, apa yang kira2 ga baik. dan, sekarang lebih berhati2. meski terkadang tersirat buat bikin keputusan yang bisa dianggap kesalahan terbesar (lagi).

    kalo soal hati, hmm.. bingung mau jawab apa.. :mrgreen: *cari aman*

    Like

  2. Saya lebih seneng klo saya udah nyobain. Jadi bisa bilang itu bagus atau ngga. Tapi ya seperti yg dirimu bilang, chic. Liat juga segi amannya. Klo nyobain narkoba atau nyolong, ya mending maen aman juga. Hihi. Tapi saya tu orangnya moody banget. Jadi ya tergantung mood. Klo emang mau, ya saya coba, klo ngga ya ngga. Biarin aja mo nyesel juga.
    Soal hati? Bisa dibilang berani agak melenceng ke luar jalur. Tapi dikit aja. Klo kebanyakan, ntar bablas, susah baliknya. Hihi.

    Like

  3. Saat keputusan kita adalah “ambil resiko” saat itu pula kita komitmen untuk ndak nyesel nantinya. Life without risks? No such thing.

    Akar masalah sebenarnya ada di salah satu paragraf postinganmu. Mengidentifikasi apakah itu “ambil resiko” atau “bego”.

    Hidup tanpa penyesalan, bukan berarti hidup tanpa resiko <- baca 10x :p

    Like

    1. life without risks? no such thing

      agree with that.
      tapi kan bisa diminimalisir… ya at least menghindari sakit hati berkepanjangan, begitu? 😀

      hmmmm ini siapa yaaaaa…. 😀

      Like

  4. pengen mengambil resiko, tapiii … aku hidup di keluarga yang jarang mengambil resiko, dan ya begitulah akhirnya tidak ada penanaman sebuah konsep keberanian yang besar dalam otakku. Tapi, jika taking a risk dan meminimalisir resiko, banyak yang harus dikompromikan … kadang kompromi itu sulit untuk dilakukan ~.~” aaahh … aku benci harus memiliiiihh *curcol*

    Like

  5. Kalo saya sih mengambil amannya saja. Jika di depan saya ada ular, tentunya saya bakal menjauh, bukan mengambil resiko… =3 (Bi takut ular… -___-“!) ).

    Masalah hati juga begitu. Kalau saya menyukai kucing betina yang punya pacar kekar, berotot, preman lagi, saya cari amannya aja deh, cari kucing betina yang lainnya aja. Daripada resikonya digebukin kucing betina yang tadi… :3

    Like

  6. Lebih sering bikin kesalahan daripada kabur. Selama ini jadinya lebih sering minta maap.. Untung aja yang dimintain maap masih sabar dan tawakal. 😀

    Like

  7. ada sebab, ada akibat.. yaaa, jadi kudu berani take a risk.. 😉 kesalahan terbesar sih jelas pernah.. tapi setidaknya, kesalahan yang sama tidak akan pernah terulang 😀

    Like

  8. sekarang sy lagi take a risk, tapi kadang2 bermain safe sih… banyak hal yang mempertimbangkan kita utk mengambil resiko dan ataupun bermain aman. So syukuri aja sih 😉

    Like

  9. gimana kalo dirubah mbak, jangan “taking a risk” tapi “taking a chance”. kalo menurut itung-itungan sepertinya tergantung berapa waktu yang masih kita miliki untuk memperbaiki kesalahan atau bangkit dari keterpurukan misalnya yang terburuk yang terjadi.

    kalo saya sendiri orangnya cenderung bermain aman, sedikit membosankan yo wis ben 😆

    Like

  10. kalo katanya iklan sabun cuci, dalam kotor ada belajar..
    yang namanya taking a risk itu kan belum tentu risk-nya itu terjadi..
    kalo ternyata di dasar jurang ada surga, kenapa nggak terjun?? ok, resikonya mati sebelum sampe dasar, atau bahkan tetap hidup tapi cacat menetap.. tapi kalo selamat dan sampe surga??
    life without risk?? trus yang mau diceritain apa kalo lempeng2 doang..??
    kalo emang resikonya terjadi, ya ditanggung aja, toh itu keputusan sadar kita.

    Like

  11. kalo aku sih pilih ambil resiko. pernah sih sudah optimis, tapi kemudian jatuh juga. ancur… dan nggak gampang untuk cepetan bangkit lagi seperti yg orang2 bilang. tapi belakangan aku bersyukur pernah ngalami semuanya. clear sky doesn’t make a good pilot, calm water doesn’t make a good captain. itulah juga kenapa reksadana saham bikin yield lebih gede daripada reksadana pendapatan tetap hahahahaaa… nggak nyambung yo wes. emang gue egp? :p

    Like

  12. selama ini selalu main aman. Soal hati? Ah main aman saja resiko “berdarah-darahnya” juga besar, jadi yaaaa… tetap main aman alias menghindar :mrgreen:

    Tapi tidak menutup kemungkinan juga suatu hari mengambil jalan gila. Idung siapa kan ya?

    Like

  13. Pernah melewatkan kesempatan dengan alasan ‘biar aman’, tapi lupa kalo ‘jalan aman’ yang dipilih ternyata juga beresiko. Yup, curcol, dan memang sedang terjadi sekarang. Belum final sih, jadi belum tau nih resiko nya terjadi atau nggak. Yang jelas karena udah terlanjur, saya sih usaha cari back up plan atau take another chance 😉

    Like

Leave a reply to kei Cancel reply