Hmmmm.. pilihan yang aneh ya?
Gara-gara diskusi di tret plurk mbak memeth kemarin pagi, saya jadi teringat Oprah Show yang saya tonton ga sengaja kapan hari itu di Hallmark. Ceritanya si Oprah lagi wawancara dengan beberapa perempuan yang tinggal di Kopenhagen, Denmark *kalo ga salah, udah lama banget sih*. Di situ saya terpesona oleh jawaban-jawaban dari seorang perempuan. Oke, secara fisik dia tinggi, kurus, pirang, berusia empat puluh empat tahun, dan menikmati ke-single-annya.

Oke itu sekilas soal Denmark. Ternyata pajak tinggi di sana. Tapi kok ya si perempuan cantik yang diwawancarai Oprah itu wajahnya bersinar bahagia. Dan jawaban yang bikin saya takjub adalah “I’m financially safe, and I don’t have to be married to be happy“. Oh waaaaw, beda ya sama di sini.. hihihihi
It’s makes me thinking. Saya punya dua teman yang deep inside *berdasarkan curhat-curhatnya* sebenarnya putus asa untuk menikah. Cantik, cerdas, fisik oke, di usia awal tiga puluhan, yang begitu cemas tentang TIDAK menikah. Lalu menghibur diri dengan slogan-slogan “I’m single and very happy“, atau “belum puas main-main dan melihat dunia”, atau apa lah itu.
I’ve been there. Seriously. Saya sudah sampai pada titik di mana menikah tidak lagi jadi prioritas utama. Seperti si kata perempuan di atas tadi: I’m financially safe and I don’ t have to be married to be happy – untuk ukuran dan standar saya loh yaaaa… Saya gunakan waktu single saya buat jalan-jalan bahkan sampai keluar negeri, hang out sampe jungkir balik bareng temen-temen, atau you named it! Dan saya bahagia. Literally. Setiap kali ditanya soal kapan menikah, kalian sudah tau lah jawaban saya : oh saya belum puas main dan melihat dunia, jadi tunggu saja.
Sampai di suatu titik saya sadar bahwa jawaban saya itu adalah sebuah penolakan terhadap keresahan. Di suatu titik saya sadar bahwa keinginan saya untuk main dan melihat dunia itu tidak akan habisnya dan saya tidak akan pernah puas. Di suatu titik, seperti yang disebutkan Christin di komennya : “I wish I had someone to share with“. Ya, saya bahagia. Tapi sendirian. Dan saya ternyata tidak memikirkan apakah orang-orang terdekat dan tercinta saya bahagia atau tidak. Sayangnya, titik itu adalah ketika saya sadar bahwa Papa saya sudah tidak ada untuk selama-lamanya. Penyesalan memang selalu datang terlambat. Untungnya masih ada orang yang mau berbagi kue dengan saya.
Well, I’m married. I’m a wife, a mom, and I’m blessed for that. Meskipun ada beberapa kesempatan bersenang-senang yang mesti saya lewatkan karena itu. Menyesalkah? Tidak. Ada beberapa hal yang ternyata tidak tergantikan dalam hal menjadi seorang istri dan seorang ibu. Soal bersenang-senang toh saya sudah pernah melakukannya. Kalo tidak bisa melakukan lagi sekarang, ya bisa nanti-nanti. Poin plusnya pas punya kesempatan bersenang-senang, I have someone to share the moment with. Bukan lagi sekedar berharap. *and I’m not in denial loh ya jeng meth*
Eh, saya jadi menjawab keresahanmu, nona! Bahwa pernikahan bukanlah penjara. Pernikahan tidak lah membatasi, hanya menunda. Kan cuma soal masalah prioritas yang berubah. Hahahahahaha…*puk-puk nonadita*
Kebahagiaan itu tidak terikat pada keadaan kita. Mau lajang ataupun menikah. Kebahagiaan adalah suatu sudut pandang. Pasti ngga ada seorang pun dari kita yang mau membayar pajak 50 persen dari penghasilan kita kepada pemerintah, lah pajak kecil aja banyak mangkirnya kok. Namun penelitian menunjukkan bahwa Denmark adalah negara paling bahagia di planet ini. Is that also makes you thinking?
—–
gambar dicolong dari sini.
eksodus jadi warna negara Denmark aja apa ya? 😆
LikeLike
jadi pingin ke denmark juga :))
eh tapi bahagia itu pilihan kok 🙂
dan saya bahagia dengan dia yg jadi pilihan saya saat ini :”>
LikeLike
*ikutan mikir buat pindah ke denmark*
LikeLike
Ahahaha judulnyaaaa… bikin saya prejudice “loh jadi menikah itu engga bahagia ya?” :))
eventhough happiness is a state of mind regardless those external factors but i won’t deny, there are things that make my happiness complete 🙂
LikeLike
tin, setuju tin…..:D
LikeLike
Denmark kan pajaknya super tinggi, pajak penghasilan bisa sampe 50 persen dan pajak barang sampe 25 persen. Plus, orang lokal dan peraturan pemerintahnya gak begitu friendly sama non-Danish. It’s a hell no for me living in Denmark :p
LikeLike
kalo begitu segera lah pulang ke endonesah, kittin! eh, kamu lagi menghitung hari kan ya?

LikeLike
si billy tuh yang bantuin ngitung 😆 *tunjuk2 billy*
LikeLike
kalo saya mending menikah dan bahagia 😛
btw, indonesia juga negeri yang bahagia loh… negeri di mana para koruptor bisa bahagia merampok uang rakyatnya *halah* 😛
LikeLike
Tuk wanita menikah dulu dan bahagia… hhe…
Btw,, pengen ke denmark juga saya.. hahaha
LikeLike
saya menikah dan saya bahagia *jumawa* 😀
LikeLike
*bongkar history YM curhatannya epat jaman masih bujang*

LikeLike
loh? masih disimpen saja log chat kita sejak saya mbujang? wow… 😛
LikeLike
*sent history to Dewi*
*ngakak setan*
LikeLike
Menikah? … Sudah!
Kapok? … Ndak!
Mau jadi bujangan lagi? … Ogah!
LikeLike
SHOOT!!! aaaw Pakdhe memang paling top deh! 😆
LikeLike
ya mudah2an saya bisa cepet menikah dan bahagia aamiin insya allah
jadi kan dapet dua2nya ya ga mba hehehehe :d
LikeLike
stuju sama isi postingan ini. 😀
pada saatnya emang “I wish I had someone to share with”, walaupun saat itu buat tiap orang emang beda2.
(tapi kurang sreg sama judulnya, kurang pas gitu kalo menikah atau bahagia hihihi :P)
LikeLike
maksudnya bukan itu Fan, tapi itu pertanyaan yang jawabannya ada di postingan 😉
LikeLike
halah.. marai ndang pengin rabi wae 😀
LikeLike
sebenernya kalo cuma kata-kata “i wish i had someone to share with” ndak nikah juga bisa mbak, ambil contoh salah seorang artis kita yang dulu pernah kumpul kebo sampe lama.
tapi kan akhirnya pisah?
nikah toh bisa cerai juga tho.
menurut saya menikah bukan sekedar mencari teman berbagi, maknanya jauh lebih dalem lagi. konon katanya kalo blom nikah separo agamanya blom sempurna. gitu tho mbak? 😆
tapi saya suka tulisan ini, mantab!
LikeLike
Chi… judulnya bisa direvisi dikit gaaa, jadi gini “mending menikah atau tidak bahagia”.. gyahaha.. *dilempar sendal org sekampung*
btw, pa kabar Vio? kangen, sudah lama ngga diceritakan 😆
LikeLike
Wow denmark ! 50% dan bahagia, ya ya ya. Menyimpulkan bahagia itu adalah sebuah keputusan yang terlepas dari keadaan.
LikeLike
yup betul jeng! lah orang-orang denmark aja hidup dengan bahagia meski pajak tinggi, kenapa kita mesti resah soal lajang atau menikah 😉
LikeLike
Baca judulnya bisa diartikan chichi tidak bahagia karena telah memilih untuk menikah :))
LikeLike
Pitra fast reading! 😈
*keplak*
LikeLike
50% itu rata flat rate buat semua pekerja atau tergantung dengan penghasilannya?
Gila aja kalau flat rate, mampus deh pekerja kecil walau ada penjaminan yang luar biasa dari pemerintah, tetap aja nangis kalau mau beli playstation 5! (kelak :D)
LikeLike
Aku tetep pengen menikah kok, mbak *eh gak nanya ya?* :p
Tahun depan tahun depan … *hmmm, mikir sapa jodohnya* hahaha
LikeLike
kl soal bahagia,si vio aja udah bs membuat bahagia org lain apalagi orangtuanya hahaha~ … kebahagiaan itu hanya bagaimana kita memandang hidup kok sebenarnya
Selamat berbahagia chic 🙂
LikeLike
pacar saya berpikiran seperti yang tertulis di postingan ini ga ya?
LikeLike
mungkin pacarmu perlu disuruh baca ini Bil 😉
LikeLike
Nnnnnngggg…….
*berpikir.. berpikir.. berpikir…*
Saya ingin pernikahan yang membahagiakan 🙂
LikeLike
it’s all about choice dear… *ngemilprodukfirstchoice* ;))
ngekek mbaca komen mbilung…*lol*
LikeLike
Yang paling baik adalah menikah dan bahagia doong..
Selamat menikah dan bahagia :)!!!
LikeLike
ukuran bahagianya diliat dr apa ya?
kl dr segi menikah ato ga ya blm tentu, mungkin emang karena ga bnyk masalah kyk d sni hehehhehe…..
tp saya mau menikah dan bahagia
LikeLike
saya juga mau ah nikah…. tapi first thing first… *daptar biro jodoh*
LikeLike
merindukan Chic kalau eksodus ke Denmark *peluk2 Agha* 😀
LikeLike
dan bahagia maupun nikah pun adalah sebuah pilihan, bukannya hidup juga pilihan 😉
LikeLike
aihhh…baca ini jadi pengen nangis 😥 punya Savio pasti udah bikin mba chic bahagia kan? apalagi jika keinginan2 yang lain bisa terpenuhi 😀 Selamat menikmati rasa bahagia 😉
LikeLike
hihihi, nona mana nih nona. :D. saya tidak kepikiran menikah dulu, maklum jaman kenal feminis pertama-tama. radikal pulak, ihik. tapi nyatanya saya menikah muda (dalam ukuran sekarang), dan tambah asik, soalnya mengejar mimpi bersama itu menyenangkan ternyata *sekarang saya agak liberal postmodern* :)) *halah*
LikeLike
Jadi inget nasehat temen saya,”menikahlah, bukan hanya untuk memenuhi setengah dienmu tapi juga mendapat kebahagian lain yang tidak kamu dapat ketika lajang”
dan saya mau menikah dan bahagia 🙂
*pikir…pikir…pikir…*
*sama sapa yak*
🙄
LikeLike
Hmmm.. harusnya kalo menikah lebih bahagia… 🙂
Rasanya sulit mengatakan kalo single lebih bahagia daripada menikah….
Well, tanyakan pada pasangan yang harmonis… :D:D
LikeLike
apakah bahagia harus ada kaitannya dengan menikah atau tidak? saya rasa memang tidak. menikah atau tidak sebaiknya anda tetap bahagia.
menikah buat saya adalah menjalankan sunah rasul,karena saya mengikuti beliau. kalau saya mau enaknya sendiri mungkin saya gak mau nikah chi,mending single aja terus kapan mau kawin tinggal kawin (ya kawin bukan nikah chi:D )
tapi.. saya takut kepada keadaan seperti itu,takut akan murka Allah,takut gak diakui umatnya rasul kelak,makanya saya berusaha banget menjalankan apa yg menjadi sunahnya. rasul bangga pada jumlah umatnya kelak di hari akhir.
lagipula konsep investasi di islam cuma ada 3 : ilmu bermanfaat,amal jariyah ,dan anak yg sholeh.
kalo nabung doang berat chi,seperti di bank,ada potongan admin,ada depresiasi. kalo mau ‘menghapus’ dosa2 kita yg banyak ya kudu invest pahala dengan tiga hal tadi.
dan untuk mendapatkan yg nomer 3 harus nikah dulu lah hehehe… makanya doain ya chi,lagi dicomblangin ustad nih hihihi… biar segera membalap dirimu dan joey:D
LikeLike
ehem.. dirimu ngga ada yang mau diceritakan pada ku Dot?
*lirik sms keponakan kapan tau itu*
LikeLike
ada yang namanya reason…ada yang namanya rationalisation.
Reason datangnya sebelum fakta tindakan sementara rationalisation dibuat sesudah adanya fakta tindakan.
Nah, sering kali kita sulit membedakan keduanya, dan mencampuradukannya. Seperti dalam urusan menikah tadi.
“I’m financially safe and I don’ t have to be married to be happy” atau “oh saya belum puas main dan melihat dunia, jadi tunggu saja”
Itu reason atau rationalisation? dua hal macam di atas itu alasan untuk menunda pernikahan (reason) atau malah pembenaran karena pernikahan yang tertunda (rationalisation).
Kalau itu merupakan reason maka bisa dipastikan si individunya bahagia. Tapi seandainya itu rationalisation maka akan selalu ada yang ganjel di hatinya, walaupun dia “terlihat” bahagia. Sayangnya ya itu tadi, banyak yang menanamkan di dirinya bahwa alasan-alasan menunda pernikahannya itu adalah reason, padahal sih cuma rasionalisasi ajah. Dan dengan begitu dia berhasil meyakinkan dirinya sendiri secara semu dengan rasionalisasi tadi dan mengesampingkan alasan yang sebenernya (reason).
untuk membedakan keduanya rasanya perlu renungan yang dalam ke hati masing-masing. Dan tentunya jujur pada diri sendiri supaya dapat bahagia yang sesungguhnya. 😀
LikeLike
menikah dan bahagia… emmm.. daku kapan yah~ emm……
LikeLike
menikahlah, sebelum menikah dilarang…. heheeh…
LikeLike
menikah..dan isnyaAllah bahagia terus..hehehe *happy*
LikeLike
Saya mungkin agak kebalikan dari pengalamanmu, Chi.
Saya udah punya pacar sejak SMA … dan bablas terus sampe sekarang sudah punya dua buntut.
Namun kalo saya nengok lagi ke belakang, saya tidak merasa punya pacar sejak masih sangat belia itu sebagai sesuatu “ikatan” yang memenjarakan saya.
Teman saya tetep banyak, termasuk temen cewe.
Saya tetep bisa jalan2 ke mana saya mau, sekalipun karena keterbatasan finansial saya gak bisa main2 ke luar negri, apalagi sampe Denmark. Kalo Demak mah sering *lirik Oelpha dan KepikCantik*.
Yang penting dalam suatu relasi itu ada titik di mana kedua pihak yang terlibat mau menghargai privacy masing-masing
LikeLike
kalo kata teman saya yang namanya relationship, apa pun bentuk, adalah never ending negotiation. jadi pintar-pintar bernego kalo mau bahagia 😆
LikeLike
Menikah dan hidup berbahagia tidaklah mudah tapi itu bisa kok 😀 😀
Asal mau untuk berkompromi satu sama lain.
LikeLike
nice posting bu^^
saya juga mau menikah dan bahagia =)
*walau ada khawatir si doi setelah kawin jadi ga romantis lagih*
haisshhh
LikeLike
Ketika aku bilang, “I’m happy by being single.” Aku merasa ada sebuah denial di kalimat itu, Chi. I know, that I’m looking forward to get married, to be a wife, to be a mother. Aku tahu, kesempurnaan hidup bukan diukur dari status: lajang atau menikah, tapi aku mengakui, aku lebih merasa lengkap ketika bisa membesarkan anakku dengan suami yang menyayangiku.
Jadi, Chi.
Those days when I said, “I’m single and happy,” is over now.
Sekarang, aku ingin mencari pasangan… haha… too desperate, don’t you think? 🙂
Semoga Pacarku segera pulang kampung dan kita bisa cepet kawin… eh, nikah! 😀
*curhat colongan* 😀
LikeLike
aiiiih ditunggu undangannya loh ya La 😉
LikeLike
waks, kalo pajak di indonesia 50% …
korupsi makin menjadi-jadi!
LikeLike
Saya terkesiap (halah) membaca judulnya …
Menurut saya …
Bahagia dan Menikah itu dua hal yang berbeda …
Memang Kita bisa bahagia walaupun belum (tidak) menikah …
Dan orang yang menikah itu ada juga yang tidak bahagia …
Tapi percayalah …
Dengan menikah (dengan orang yang benar tentu …)
membuat kebahagiaan kita lebih lengkap …
Salam saya
LikeLike
karena itu saya menaruh kata “atau” di dalam judul itu Opa 😉
LikeLike
maunya nikah – bahagiaaaaaaaaaaaa… *atau nikahnya sama orang denmark aja yaaaaa..?! 🙂
LikeLike
maunya sech menikah dan bahagia,,,, hehehe
kapan….kapan…giliranku…
*menunggu giliran… hehe,,,*
salam kenal mbak 😉
HIDUP!!! ^_^
LikeLike
mungkin kadar bahagia bagi seorang tidak sama dengan orang yang lain…ENtah..
LikeLike
kalo saya ya dua duanya ya nikah ya bahagia
LikeLike
klo menurut kamu enak nikah dan punya anak atau bahagia selamanya chi ?
LikeLike
komentarnya banyak buener…
menikah? belum
pengen? mauuuu….
yuk nikah? ah nanti dulu kamu mau di kasi makan apa..
LikeLike
cuma merasa seharusnya gak perlu dipertentangkan koq antara menikah sama bahagia. kita bisa menikah dan bahagia, menikah dan tidak bahagia, tidak menikah dan bahagia dan tidak menikah dan tidak bahagia.
keduanya adalah pilihan, dan ya kita hidup berdasarkan pilihan-pilihan kita kan?
LikeLike
Nah, ini komen terbaik!
LikeLike
betul, makanya saya menaruh kata “atau” di judul. tidak bermaksud apa-apa, hanya pengen menunjukan bahwa bahagia itu seharusnya bisa dalam keadaan apapun.. 😉
LikeLike
hmmm… kan setelah menikah juga masih bisa jalan-jalan. hehe…
salam kenal ya non.. 🙂
LikeLike
Meski bukan orang Denmar, saya tetap bahagia dengan menikah 🙂
Lama gak ke sini 🙂
LikeLike
Jadi inget postinganku yg jg ada di buku ngerumpi, Being Single and …. happy?
LikeLike
yeah, I counter that Mbak 😆
LikeLike
*catat-catat*
*mikir-mikir*
ah….mau nikah juga. Tp blm tau kapan dan ama siapa. Hahahaha…
LikeLike
Jadi, saya pilih gak nikah, tapi bahagia dengan pacar
yang masih dicari.LikeLike
bahagia ituh pilihan,,, ya kan mbak?
LikeLike
menurut saya sih bahagia itu tujuan. cara meraihnya lah yang jadi pilihan. 😀
LikeLike
artinya perempuan yang dimaksud menganggap bahwa menikah adalah salahsatu cara untuk mencapai bahagia. berarti yang dicarinya dalam hidup adalah bahagia. ya wajar aja kalo dia nggak gitu ngebet buat nikah?
lha? kalo yang tujuannya adalah menikah? walau sebagia apaapun dia, tujuannya gak bakal tercapai sepanjang dia belum nikah. jadi, menurut saya sih kembali ke pribadi masing-masing. tapi, yang perlu dicatet, buat mendapatkan keturunan perlu menikah.
LikeLike
Kalok saya kok mending hidup di Indonesia ini, dimana lagi kita bisa mbelok tanpa nyalain lampu sein? dimana lagi kita bisa liyat parlemen ndagel? asal ndak kawin siri saja..nantik kena denda 5 juta. Mau masuk Denmark susah lho mbak..pengalaman saya dulu waktu masih nguli di pabrik pengecer minyak di Indonesia ini, saya disuruh ke nDenmark itu liwat kopenhagen int’ airport, seharian tertahan di sono je..semenjak kejadian bom mbali, orang2 indonesia selalu masuk jalur khusus yang lebih susah daripada orang dari negara laen. Persyaratan mutlak, passport musti udah bolong 5 X, jadi sebelon ke ndenmark itu kita musti berkunjung ke negara lain dulu sebanyak 5X.padahal yang laen passport baru mbikin aja boleh. trus kita disuruh nunggu dan mengikuti prosedur yang mbulet mintak ampun..jadi hilang deh bayangan kita tentang nDenmark –yang katanya negara paling bahagia itu– ketika urusan sama pihak bandara
LikeLike
saya ngga ngomongin perbandingan negara mas di sini, saya menyebutkan denmark hanya sebagai pertimbangan bahwa di negara yang pajaknya tinggi pun orang-orangnya masih mampu bahagia…
LikeLike
lha iya, apalagi di Indonesia to..yang mbayar pajak aja kadang lupa 😀
LikeLike
mending menikah dan bahagia
karena menikah itu menyempurnakan separuhj agamakita
berkunjung dan ditunggu kunjungan baliknya
salam blogger
makasih
😀
LikeLike
tergantung sih ya,
tapi bagi saya menikah wajib lah
buat berbagi dan nyari pahala yg buanyakkk 😀
dan seindah apapun negara orang lain,
saya tetep cinta akan kampung saya 🙂
LikeLike
iya.. sya juga cinta kampung saya.. betul kata warm…
LikeLike
Ha haa ini sepertinya jadi TREND di KOTA yang katanya SUPER sibuk… kalau mau mikir lebih SINTING lagi…. Kenapa sih nikah? Butuh Sex? khan bisa BELI *glodak* atau SKB (Sistem Kebut Semalam)
Yaah itulah… semoga segala pilihan yang diambil bermanfaat. Bermanfaat saat ini dan nanti ketika hidup di lain masa (kalau masih berfikiran kesana) 😉
*kabuur*
LikeLike
itu kan di denmark… kebahagian juga berhubungan langsung dengan kondisi sekitar… kalo kondisi sekitar gw menunjukkan apresiasi yang tinggi untuk pernikahan, ya otomatis akan membuat nikah sebagai sesuatu yang membahagiakan…
LikeLike
i’m married and i’m happy, it’s better
sy sangat tidak setuju dengan budaya barat yang membujang sepanjang hidupnya
so, if someone wants to be happy without getting marry, just move to denmark
LikeLike
hey bro, im single, very happy and love indonesia.
LikeLike
Robert Langdon juga jomblo sampe hampir 40 tahun. sama-sama melajang. enak lajang atau gak sih? kebebasan versus kebersamaan.
LikeLike
happiness is a matter of choice 😀
LikeLike
haha..foRum diskusi nih..^^ mantap aRtikeLnya..kunjungan peRdana kak…
saya setuju….dan kayanya sama dengan kondisi saya deh.. im happy, but im alone.. haha..^^ but still..im happy..
LikeLike
dan memang balik lagi, ini tentang bagaimana sudut pandang aja sih chic 🙂
LikeLike
“I wish I had someone to share with”
bener juga ya…
bahwa menikah atau tidak menikah bukan jaminan untuk suatu kebahagian. single ato menikah, bisa sma-sama meraih kebahagiaan.
tapi ya itu tadi, kebahagiaan lebih bermakna ketika bisa dinikmati bersama. yaitu the loveable one. pasangan hidup.. suami / istri…
bahkan kesedihan pun akan terasa ringan, jika ada orang lain yang bisa diajak berbagi. menanggung bersama… terkadang hanya dengan bercerita saja kepada pasangan, akan membuat hati lebih lega.
alhamdulillah, saya udah menikah…
nice post, make me re-think.. ternyata saya harus banyak bersyukur 🙂
LikeLike
Menurut saya sih ya, keengganan wanita untuk menikah itu adalah karena ogah menjadi “istri”, yang gambarannya suka ga enak. Diatur-atur, ga boleh gini ga boleh gitu. Padahal sebenarnya dengan menikah ia bisa mendapat kebahagiaan yang paling indah: menjadi seorang “ibu”.
*sotoyID*
LikeLike
Huaaa… Iyaaa.. meskipun aku ada “pasangan”, tapi aku udah mikir pada titik “aku ntar bahagia gak ya..? Apa mending gak kawin aja ya..?” Dan aku nyadar kalo.. Tujuan orang nikah itu bukan untuk bahagia, tapi supaya ada saksi mata paling dekat, apa peran kita di dunia.. Ahiik.. *lho kok jadi sedih..?*
LikeLike
susah2 gmpang nyerapin rasa kesendirian itu….kadang sneeeeeeng, tp kadang lebih resahhhhhhh bila melihat manusia yang lainnya berjlan dengan pasangan begitu bahagia, kerika melihat yang bertengkar,,kadang bilang…”syukur gw masih jomlo…..”…
ah apapun perasaan itu,,,scara kodrat aku tetep memilih dn mendukung manusia yg menjadikan married sebgai langkah yang penting dalam menata kehidupan ini kedepannya……
…….”cie….menata kehidupan,,,kayak rambut aja ditata………………….””” ^_^
LikeLike
yang pasti sampai saat ini belum kepikiran untuk menikah sih. 😛
LikeLike
Ddunia hidup dengan berpasang-pasangan, malam dengan siang, bahagia dengan sengsara, laki dan wanita. Jadi kurang lengkap bila kita tidak punya pasangan bagaikan kuah tanpa garam tidal lezat rasanya. Di hubungkan dengan perasaan bahagia itu hanya kamuflase dari keresahan hati yang kurang belaian kasih sayang dari orang tua.
LikeLike
eh baru baca ini post 😆 :shy:
eh kepo niiih, yg curhat gt siapa sih jeeeeng? japri aja ya… ghibah yuuuk *ngikik*
pantes kapan itu jensen minta ijin utk baca plurk-ku 😆
jd berpikir apa tret itu aku postingin aja ya… *malah udah lupa, isi tret itu tentang apa tho*
LikeLike
kalau si wanita ingin sekali dikhitbah tapi lelakinya gamau dengan alasan pengen perbaiki diri dulu, apakah itu salah satu alasan menunda menikah? trims
LikeLike