Curhat Colongan, just a thought, ngga jelas

There She Goes

Birthdays usually make me nostalgic. They make me contemplative. They put me in the mood to evaluate where I’ve been and where I am and where I want to go.  They remind me that everybody is getting older and that time is passing and that life goes on even though we are all going to die eventually.

Well, I’m joking about the last part. Heheh. But somehow I feel it’s true.

Di sela-sela contemplating saya sehari sebelum ulang tahun saya kemarin, saya mendadak inget sama seorang teman dari jaman kuliah dulu yang ngga pernah tau kapan dia tepatnya dia ulang tahun. Yang dia tau cuma dia berasal suatu daerah dari Indonesia Timur. Paling timur malah. Dan bukan kota. Mungkin administrasi di sana belum terlalu bagus sehingga tidak pernah tercatat kapan dia lahir tepatnya. Jadi waktu dia butuh bikin passport, dia harus bikin suatu tanggal yang dia pilih sendiri sebagai tanggal ulang tahun dia di dalam dokumen-dokumen yang dibutuhkan. Mengingat itu, membuat saya berpikir bagaimana tanggal-tanggal (yang kadang-kadang) buatan kita sendiri itu bisa dan seberapa banyak kita “mengizinkan” tanggal-tanggal tersebut mengatur hidup kita, sejak dari awal.

Coba kita bikin list, agak susah kayaknya untuk tidak melekatkan makna pada beberapa tanggal seperti malam tahun baru dan hari ibu. Dan daftar tanggal penting itu akan terus bertambah: tanggal lulus kuliah, tanggal nikah, tanggal divorce, tanggal kelahiran anak, tanggal masuk sekolah, dan sebagainya dan sebagainya. We even vaguely anticipate how long we’ll live by examining the life expectancy statistics of men and women in our country. Haha.

All of these dates contribute to a feeling that we’re almost entitled to something, to the idea that life will work out just so, in an organized manner and time-frame.

Well, ngga kayak tahun-tahun sebelumnya, sebenernya lagi ngga pengen nulis apa-apa soalnya ulang tahun tahun ini Cuma tadi tertohok dengan pertanyaan seorang teman yang tiba-tiba melontarkan pertanyaan retorikal ngga mutu: “you really don’t like being social, do you?”. Saya mendadak terdiam, lalu cengengesan dan menjawab “you know me so well!”

I realized along this time, I have been pretending to be a socialite because it was the only way I thought I would be accepted. Call me stupid. Well, I am.

But I’ve finally made the decision that I no longer care if I am accepted. Beberapa bulan terakhir, kalo pada nyadar sih, I dismiss almost all the invitation to “this and that” just because I don’t really feel comfortable to come. I just enjoy having a good time with a few good friend. Other than that, I am prefer to be laying under a tree reading a book in the forest or in an empty field, or just laying in the sunshine napping while the rays warm my skin, listening to the quiet sounds of nature around me at night while laying under a vast sky of white twinkling stars. Dan saya ngga butuh tanggal-tanggal buatan khusus whatsoever untuk itu. Ehe.

19 thoughts on “There She Goes”

  1. Wish you all de bezt ya mbak. Dan aku jg sejak nikah jadi amat terlalu selektif memilih event2 yg hendak didatangi disaat weekend. Klo nggak penting2 dan pengen2 amat, mending di rumah deh, sama Suami 🙂 and I’m also not a big fan of reuni SD SMP SMA dll.

    Like

  2. Biasanya makin berumur dewasa emang gitu mak. Semacam menemukan apa yang dibutuhkan dalam diri. Aku juga mengurangi datang ke tempat sana sini karena somehow merasa itu sangat melelahkan.

    *dicium makchic*

    Like

Leave a comment