Berbagi, Jalan-jalan, keren!

Eat, Play & Love @ Bali [1]

Yoih! Perjalanan ke Bali minggu kemarin itu bertemakan judul di atas. Bukan sok mau ngikut film-nya Julia Robets sih 😆 Ah iya, ini postingan panjang dan bakal banyak photo-photo. Waspadalah! 😈

EAT!

Berhubung saya ke Bali adalah dalam rangka menghadiri pesta perkawinan seorang teman, ya jelas sih banyak makan-makannya. :mrgreen: Beberapa makanan yang saya makan di pesta, cuma ga terlalu bagus sih gambarnya. Motretnya susah karena lampu dibikin bernuansa pink sama si pemilik pesta 😆

PLAY!

Ke Bali ngga pake acara main? Waaaah rugi amat! 😆 Memanfaatkan waktu yang sedikit, saya berkunjung ke beberapa tempat yang belum pernah saya datangi kalo ke Bali.

Dan tempat-tempat itu adalah :

1. Blanco Museum

Tepatnya di Ubud. Blanco Museum ini menyimpan banyak lukisan-lukisan dari Antonio Blanco yang mmmmm sedikit vulgar sih 😆 Kebanyakan lukisan wanita dan telanjang. Ada juga di bagian lain, beberapa lukisan yang bercerita. Ngga cuma sekedar lukisan, tapi juga menggunakan bahan lain, mulai dari pasir sampe sabun mandi. Melihat sepintas, tampak normal. Tetapi begitu diceritakan inti dari lukisan-lukisan tersebut oleh si penjaga museum ternyata ya balik-balik juga ke masalah vagina wanita. *tepok jidat*

Di komplek Blanco Museum ini, kita ga cuma bisa menemukan gallery lukisan Antonio Blanco, tetapi juga studio lukisnya, dan gallery Mario Blanco, anak laki-laki Antonio Blanco. Pemandangan dari atas museumnya pun ciamik punya. HTM museum ini adalah Rp.30.000 per orang. Tapi di dalem gallery sih ga boleh photo-photo :mrgreen:

2. Tegalalang

Daerah ini terkenal dengan terasering persawahannya memang. Bisa dijumpai kalo kamu jalan dari Ubud menuju Kintamani. Sebenernya sih pemandangan persawahan di sini ga begitu luas. Cuma karena dilewati oleh wisatawan aja jadi banyak yang mampir. Di sini juga banyak terdapat restoran dan tempat singgah plus tempat belanja kalo mau sekalian menikmati pemandangan persawahan yang kayak di photo berikut ini. 😀

3. Gunung dan Danau Batur

Dari Ubud, saya menuju Kintamani. Sebenernya pengen mampir ke Desa Trunyan. Itu lhooo desa yang terkenal dengan pemakaman mayat yang tidak dimakamkan *apa sih bahasanyaaaa..* tapi juga ditaruh doang di bawah pohon dan ditutupi dengan kain. Yang bikin unik adalah mayat itu tidak berbau, malahan wangi. Katanya karena Teru Menyan (pohon menyan) yang hanya ada di sana, nama pohon yang juga menjadi nama desa setempat. Bikin penasaran kan? :mrgreen: Sayangnya rekan seperjalanan saya ngga berani mampir ke sana. Jadilah kami meneruskan perjalanan sampe ke lokasi Gunung dan Danau Batur.

Gunung Batur merupakan salah satu vulcano aktif yang ada di Indonesia, sementara Danau Batur-nya sendiri merupakan danau terbesar di Bali yang sekaligus juga sumber ikan terbesar. Sayangnya waktu ke sana lagi keadaan berkabut. Jadi si gunung dan danau kurang begitu terlihat jelas keindahannya. Padahal ke sana itu jam 12 siang lho 😦

Ah iya, karena pada waktu sampe di daerah Gunung Batur ini adalah jam makan siang, mampir lah kami ke sebuah restoran yang pemandangan Gunung dan Danau Batur-nya keren banget! Ya kayak yang di photo-photo di atas itu. Restoran itu rame banget, bikin ngga ragu buat mampir. Ternyata oh ternyata, itu restoran adalah restoran paling aneh yang pernah saya datangi. Udahlah kalo beli satuan mahal banget antara Rp50.000 – Rp70.000, sementara yang all you can eat jadinya Rp80.000 per orang. Ah geblek! Makan di situ berdua plus pajak menghabiskan uang sebesar Rp.273.900,-. Meh! 😐 Padahal rasanya ga enak-enak banget. Jual pemandangan doang sih yaaa…

Nama restorannya adalah Batur Sari. Jadi yang mau berkunjung ke Kintamani, tolong diingat-ingat restoran ini. Jangan sekali-kali deh, mampir ke situ. 😈

4. Pura Ulun Danu Batur

Pura ini tadinya terletak persis di kaki Gunung Batur, katanya. Cuma erupsi terakhir Gunung Batur membuat desa dan pura ini tertimbun lahar panas dan lokasinya dipindahkan ke pinggir kalderanya Gunung Batur. Kata si supir yang mengantar saya ke sini, Pura ini salah satu simbol kerukunan beragama di Bali, karena di dalamnya juga terdapat vihara, dan sering digunakan untuk acara-acara agama Budha. Dulu waktu mau dibangun kembali sempat mau dipisahkan antara pura dan viharanya. Tapi kemudian malah terjadi gempa, dan rencana pemisahan itu dibatalkan. Dipercaya sih, ngga boleh dipisahkan kalo ngga mau ada bencana. 🙂 Pura ini dipersembahkan untuk menghormati “Dewi Danu” yakni dewi penguasa air.

HTM pura ini adalah Rp. 40.000,- per orang. Seharusnya sudah termasuk kain dan ikat pinggang nya kalo kamu ke sana pake celana atau rok pendek. Iya, seharusnya sih. Nyatanya pas saya milih mau make kain yang mana, saya dipalakin Rp. 40.000,- lagi sama ibu-ibu yang jaga kain-kain itu. 😐 Berhubung saya ngga ngerti – karena ngga baca pengumuman di loket tiket – ya saya bayar lah itu. Untung pura-nya bagus. 😐

Pas masuk, kebetulan lagi ada upacara pernikahan adat. Sayangnya pas saya mau mulai motret-motret, upacaranya udah mau selesai. Jadi cuma motret-motret orang-orang berbaju adat saja deh. :mrgreen:

5. Pura Tirta Empul, Tampak Siring

Dari Kintamani, saya melanjutkan perjalanan ke Tampak Siring. Tirta Empul sendiri artinya adalah Air Suci. Di Pura ini terdapat pemandian yang air yang berasal dari mata air dan dialirkan dengan pancuran-pancuran. Konon katanya mandi di sini bisa untuk menghilangkan hal-hal negative yang ada pada tubuh kita, seperti karena sakit, perasaan tidak enak atau untuk ruwatan diri. Mungkin buat yang suka galau-galau gitu, bisa mandi di sini supaya ngga galau lagi :mrgreen:

HTM buat masuk ke Pura adalah Rp. 6000,-. Sudah termasuk sewa kain dan ikat pinggang bagi yang pake celana atau rok pendek. Saya sendiri ngga masuk ke dalam Pura. Photo-photo di luar lebih asik. 😆 Kalo ngga masuk ke Pura dan cuma liat pemandiannya aja sih masuknya ngga bayar. Selain itu tujuan kesana sebenernya pengen ke Istana Presiden Tampak Siring itu. Ada di sebelah kiri Pura. Tapi ngga bisa masuk, cuma bisa liat dari pager.

Pulang dari sini sebenernya lewat daerah Argowisata Kopi Luwak. Pengen mampir, tapi lagi-lagi teman seperjalanan saya menolak karena merasa lelah. 😛 Jadi lah saya gigit jari ngebayangin rasa Kopi Luwak dari Bali. 😆 Ah kapan-kapan mau mampir sini ah!

[BERSAMBUNG :mrgreen:]

12 thoughts on “Eat, Play & Love @ Bali [1]”

  1. Wogh seru! Suatu ketika pas masih muda, gue pernah mengikuti perjamuan makan malam di istana tampak siring dg menu & tata cara tradisional Bali. Mantep! Mak chic kudu coba!

    Like

  2. ah, kangen ubud. udah lama banget nggak maen kesana. aku suka ubud karena bisa tenang menikmati udara seger, alam dan budaya, nggak berisik seperti kuta. kalo ada kesempatan kesana lagi, boleh coba nginep di royal pitamaha 🙂

    Like

  3. Dulu pernah sekali ke Bali,, tapi sayangnya gak sempat banyak jalan-jalan. Ah jadi bertambah satu lagi tempat yang ingin saya kunjungi lagi.

    Like

Leave a reply to Ahmad Alkadri Cancel reply