Gara-gara kehilangan file-file musik saya sebesar 20-an GB yang ngga sengaja kehapus dari laptop, tiba-tiba pikiran random saya muncul dengan tidak sopan. Dan pikiran random yang nongol tanpa permisi itu adalah ini : –> Klo misalnya otak saya ini semacam laptop, ada memory-memory yang pengen saya hapus ngga ya? 🙄
So, would I delete a memory (from my brain)?
Well, first of all, it is becoming painfully obvious to me that my memory is doing a fine job all on it’s own of deleting whole days, some of them within the past week. Secondly, seberapa pun tidak mengenakan peristiwa dan kejadian yang saya alami, selalu ada orang-orang yang saya sayangi terlibat di sana. Kalo ngga, saya meragukan memori soal peristiwa tersebut masih akan tersimpan. Menghapus memori-memori tersebut karena hal-hal yang menyakitkan sama saja dengan menghapus memori kita tentang beberapa orang yang kita sayangi yang ada di situ.
The older I get, makin banyak orang-orang yang punya banyak kenangan bersama saya, pindah ke kategori orang-orang yang tidak lagi available for future memories. Ini bikin setiap moment yang saya share dengan mereka jadi sangat berharga dan susah banget buat dibuang.
So, the first answer that came to mind to my own question was yes. Yes I would want to delete all the horrible memories that are adamantly etched in my brain.
Tapi, kalo dipikir lagi, semua negative memories ini kan yang ngajarin saya tentang perbedaan-perbedaan di setiap aspek kehidupan yang semua orang perlu tahu. Kenangan-kenangan itu yang mengajarkan saya untuk menjadi kuat melalui kesulitan, percaya diri melalu rasa insecurity, kerja keras melalui kegagalan, kesabaran melalui hal-hal yang tidak bisa diprediksi, rasa syukur melalui ketidakadaan dan kebahagiaan melalui pemecahan masalah.
Jadi tidak, saya tidak akan menghapus memory apapun yang saya punya dari otak saya karena setiap pikiran yang saya taruh di dalam arsip-arsip otak saya adalah segala hal yang membuat saya menjadi saya sekarang ini. Tanpa memori-memori itu, saya ngga bakal dapet pelajaran-pelajaran berharga di kehidupan saya kan? 🙂
Random thought over the deadline. 😆
LikeLike
things happened in the past are what make us today.
LikeLike
indeed! 🙂
LikeLike
Lega, berarti saya tidak akan kau hapus dari memorimu khan? #eh
LikeLike
kalo ngga penting, memori itu akan terhapus dengan sendirinya kok, Om 😛
LikeLike
Secara otomatis memory kita menghapus banyak hal .. Sesekali saja ditampilkan kembali
LikeLike
betul.. terutama memori ga penting sih
LikeLike
Sekarang waktunya mengisi memori dengan hal-hal menyenangkan. 😀
LikeLike
seperti jalan-jalan, misalnya 😆
LikeLike
Interesting. Kalau menurutku malah, bisa melupakan itu juga anugerah. – ini “tertanam” di otakku gara-gara kisah masa lalu, dan kata-kata teman di masa lalu.. (dan yang ini dipilih untuk tetap dikenang) hehe 😀
LikeLike
sebenernya dalam usaha melupakan itu justru kita lagi mengenang. kalo kata temen gue sih, biarkan aja, kalo emang ga penting akan terhapus dengan sendirinya.
LikeLike
I wouldn’t delete a memory, either. Bukankah kita yang sekarang dibentuk dari pengalaman-pengalaman kita di masa lampau? 😉
LikeLike
true! 😀
LikeLike
Things that didn’t killed you, only make you stronger.
Shit happens for a reason
LikeLike
jadi kira-kira apa alesan file-file musik gue keapus ya, prie? Kudu donlot ulang gitu? 😆
LikeLike
andai hidup seperti komputer, betapa kakunya.
😀
hidup ini sudah dirancang sebagus mungkin, jangan dibuat pusing. Momori otak kita sudah hebat.
LikeLike
iya 😀
LikeLike
ada satu ingatan yang pengen saya hapus: ingatan kecebur ke kolam. gara-gara kecebur ke kolam itu, saya jadi sempet takut sama air beberapa lama, dan akhirnya takut buat belajar berenang.
iya, saya ga bisa berenang.
LikeLike
dih! sana belajar berenang! 😆
LikeLike
Gak tau kenapa ini tulisan kok rasanya sendu ya mak.. *peluk makchic* Jadi inget sama si film Eternal Sunshine of The Spotless Mind..
LikeLike
waktu nulis ini aku ingetnya malah film The Vow, Tiw 😆
LikeLike