Brainstroming ajah!, Curhat Colongan, just a thought

Mending Menikah atau Bahagia?

Hmmmm.. pilihan yang aneh ya?

Gara-gara diskusi di tret plurk mbak memeth kemarin pagi,  saya jadi teringat Oprah Show yang saya tonton ga sengaja kapan hari itu di Hallmark. Ceritanya si Oprah lagi wawancara dengan beberapa perempuan yang tinggal di Kopenhagen, Denmark *kalo ga salah, udah lama banget sih*. Di situ saya terpesona oleh jawaban-jawaban dari seorang perempuan. Oke, secara fisik dia tinggi, kurus, pirang, berusia empat puluh empat tahun, dan menikmati ke-single-annya.

Penasaran, saya segera menggugling soal Denmark. Beberapa artikel menyebutkan bahwa Denmak disebut sebagai negara paling bahagia di dunia oleh beberapa-beberapa peneliti. Gimana ngga. Punya pelayanan kesehatan gratis, masuk perguruan tinggi gratis (malahan para mahasiswanya yang dibayar untuk masuk universitas),  satu tahun cuti melahirkan dan dibayar pula, plus dukungan finansial selama empat tahun kalo kita kehilangan pekerjaan kita. Bagaimana cara pemerintah membayar semua itu? Dengan tarif pajak 50 persen. Mahal ya?

Oke itu sekilas soal Denmark. Ternyata pajak tinggi di sana. Tapi kok ya si perempuan cantik yang diwawancarai Oprah itu wajahnya bersinar bahagia. Dan jawaban yang bikin saya takjub adalah “I’m financially safe, and  I don’t have to be married to be happy“. Oh waaaaw, beda ya sama di sini.. hihihihi

It’s makes me thinking. Saya punya dua teman yang deep inside *berdasarkan curhat-curhatnya* sebenarnya  putus asa untuk menikah. Cantik, cerdas, fisik oke, di usia awal tiga puluhan, yang begitu cemas tentang TIDAK menikah. Lalu menghibur diri dengan slogan-slogan “I’m single and very happy“, atau “belum puas main-main dan melihat dunia”, atau apa lah itu.

I’ve been there. Seriously. Saya sudah sampai pada titik di mana  menikah tidak lagi jadi prioritas utama. Seperti si kata perempuan di atas tadi: I’m financially safe and I don’ t have to be married to be happy – untuk ukuran dan standar saya loh yaaaa… Saya gunakan waktu single saya buat jalan-jalan bahkan sampai keluar negeri, hang out sampe jungkir balik bareng temen-temen, atau you named it! Dan saya bahagia. Literally. Setiap kali ditanya soal kapan menikah, kalian sudah tau lah jawaban saya : oh saya belum puas main dan melihat dunia, jadi tunggu saja.

Sampai di suatu titik saya sadar bahwa jawaban saya itu adalah sebuah penolakan terhadap keresahan. Di suatu titik saya sadar bahwa keinginan saya untuk main dan melihat dunia itu tidak akan habisnya dan saya tidak akan pernah puas. Di suatu titik, seperti yang disebutkan Christin di komennya : “I wish I had someone to share with“. Ya, saya bahagia. Tapi sendirian. Dan saya ternyata tidak memikirkan apakah orang-orang terdekat dan tercinta saya bahagia atau tidak. Sayangnya, titik itu adalah ketika saya sadar bahwa Papa saya sudah tidak ada untuk selama-lamanya. Penyesalan memang selalu datang terlambat. Untungnya masih ada orang yang mau berbagi kue dengan saya.

Well, I’m married. I’m a wife, a mom, and I’m blessed for that. Meskipun ada beberapa kesempatan bersenang-senang yang mesti saya lewatkan karena itu. Menyesalkah? Tidak. Ada beberapa hal yang ternyata tidak tergantikan dalam hal menjadi seorang istri dan seorang ibu. Soal bersenang-senang toh saya sudah pernah melakukannya. Kalo tidak bisa melakukan lagi sekarang, ya bisa nanti-nanti. Poin plusnya pas punya kesempatan bersenang-senang, I have someone to share the moment with. Bukan lagi sekedar berharap. *and I’m not in denial loh ya jeng meth*

Eh, saya jadi menjawab keresahanmu, nona! Bahwa pernikahan bukanlah penjara. Pernikahan tidak lah membatasi, hanya menunda. Kan cuma soal masalah prioritas yang berubah. Hahahahahaha…*puk-puk nonadita*

Kebahagiaan itu tidak terikat pada keadaan kita. Mau lajang ataupun menikah. Kebahagiaan adalah suatu sudut pandang. Pasti ngga ada seorang pun dari kita yang mau membayar pajak 50 persen dari penghasilan kita kepada pemerintah, lah pajak kecil aja banyak mangkirnya kok. Namun penelitian menunjukkan bahwa Denmark adalah negara paling bahagia di planet ini. Is that also makes you thinking?

—–

gambar dicolong dari sini.

97 thoughts on “Mending Menikah atau Bahagia?”

  1. Ahahaha judulnyaaaa… bikin saya prejudice “loh jadi menikah itu engga bahagia ya?” :))

    eventhough happiness is a state of mind regardless those external factors but i won’t deny, there are things that make my happiness complete 🙂

    Like

  2. Denmark kan pajaknya super tinggi, pajak penghasilan bisa sampe 50 persen dan pajak barang sampe 25 persen. Plus, orang lokal dan peraturan pemerintahnya gak begitu friendly sama non-Danish. It’s a hell no for me living in Denmark :p

    Like

  3. kalo saya mending menikah dan bahagia 😛

    btw, indonesia juga negeri yang bahagia loh… negeri di mana para koruptor bisa bahagia merampok uang rakyatnya *halah* 😛

    Like

  4. stuju sama isi postingan ini. 😀
    pada saatnya emang “I wish I had someone to share with”, walaupun saat itu buat tiap orang emang beda2.

    (tapi kurang sreg sama judulnya, kurang pas gitu kalo menikah atau bahagia hihihi :P)

    Like

  5. sebenernya kalo cuma kata-kata “i wish i had someone to share with” ndak nikah juga bisa mbak, ambil contoh salah seorang artis kita yang dulu pernah kumpul kebo sampe lama.

    tapi kan akhirnya pisah?

    nikah toh bisa cerai juga tho.

    menurut saya menikah bukan sekedar mencari teman berbagi, maknanya jauh lebih dalem lagi. konon katanya kalo blom nikah separo agamanya blom sempurna. gitu tho mbak? 😆

    tapi saya suka tulisan ini, mantab!

    Like

  6. Chi… judulnya bisa direvisi dikit gaaa, jadi gini “mending menikah atau tidak bahagia”.. gyahaha.. *dilempar sendal org sekampung*

    btw, pa kabar Vio? kangen, sudah lama ngga diceritakan 😆

    Like

    1. yup betul jeng! lah orang-orang denmark aja hidup dengan bahagia meski pajak tinggi, kenapa kita mesti resah soal lajang atau menikah 😉

      Like

  7. 50% itu rata flat rate buat semua pekerja atau tergantung dengan penghasilannya?

    Gila aja kalau flat rate, mampus deh pekerja kecil walau ada penjaminan yang luar biasa dari pemerintah, tetap aja nangis kalau mau beli playstation 5! (kelak :D)

    Like

  8. kl soal bahagia,si vio aja udah bs membuat bahagia org lain apalagi orangtuanya hahaha~ … kebahagiaan itu hanya bagaimana kita memandang hidup kok sebenarnya
    Selamat berbahagia chic 🙂

    Like

  9. ukuran bahagianya diliat dr apa ya?
    kl dr segi menikah ato ga ya blm tentu, mungkin emang karena ga bnyk masalah kyk d sni hehehhehe…..
    tp saya mau menikah dan bahagia

    Like

  10. aihhh…baca ini jadi pengen nangis 😥 punya Savio pasti udah bikin mba chic bahagia kan? apalagi jika keinginan2 yang lain bisa terpenuhi 😀 Selamat menikmati rasa bahagia 😉

    Like

  11. hihihi, nona mana nih nona. :D. saya tidak kepikiran menikah dulu, maklum jaman kenal feminis pertama-tama. radikal pulak, ihik. tapi nyatanya saya menikah muda (dalam ukuran sekarang), dan tambah asik, soalnya mengejar mimpi bersama itu menyenangkan ternyata *sekarang saya agak liberal postmodern* :)) *halah*

    Like

  12. Jadi inget nasehat temen saya,”menikahlah, bukan hanya untuk memenuhi setengah dienmu tapi juga mendapat kebahagian lain yang tidak kamu dapat ketika lajang”
    dan saya mau menikah dan bahagia 🙂
    *pikir…pikir…pikir…*
    *sama sapa yak*
    🙄

    Like

  13. Hmmm.. harusnya kalo menikah lebih bahagia… 🙂
    Rasanya sulit mengatakan kalo single lebih bahagia daripada menikah….
    Well, tanyakan pada pasangan yang harmonis… :D:D

    Like

  14. apakah bahagia harus ada kaitannya dengan menikah atau tidak? saya rasa memang tidak. menikah atau tidak sebaiknya anda tetap bahagia.

    menikah buat saya adalah menjalankan sunah rasul,karena saya mengikuti beliau. kalau saya mau enaknya sendiri mungkin saya gak mau nikah chi,mending single aja terus kapan mau kawin tinggal kawin (ya kawin bukan nikah chi:D )

    tapi.. saya takut kepada keadaan seperti itu,takut akan murka Allah,takut gak diakui umatnya rasul kelak,makanya saya berusaha banget menjalankan apa yg menjadi sunahnya. rasul bangga pada jumlah umatnya kelak di hari akhir.

    lagipula konsep investasi di islam cuma ada 3 : ilmu bermanfaat,amal jariyah ,dan anak yg sholeh.

    kalo nabung doang berat chi,seperti di bank,ada potongan admin,ada depresiasi. kalo mau ‘menghapus’ dosa2 kita yg banyak ya kudu invest pahala dengan tiga hal tadi.

    dan untuk mendapatkan yg nomer 3 harus nikah dulu lah hehehe… makanya doain ya chi,lagi dicomblangin ustad nih hihihi… biar segera membalap dirimu dan joey:D

    Like

  15. ada yang namanya reason…ada yang namanya rationalisation.

    Reason datangnya sebelum fakta tindakan sementara rationalisation dibuat sesudah adanya fakta tindakan.

    Nah, sering kali kita sulit membedakan keduanya, dan mencampuradukannya. Seperti dalam urusan menikah tadi.

    “I’m financially safe and I don’ t have to be married to be happy” atau “oh saya belum puas main dan melihat dunia, jadi tunggu saja”

    Itu reason atau rationalisation? dua hal macam di atas itu alasan untuk menunda pernikahan (reason) atau malah pembenaran karena pernikahan yang tertunda (rationalisation).

    Kalau itu merupakan reason maka bisa dipastikan si individunya bahagia. Tapi seandainya itu rationalisation maka akan selalu ada yang ganjel di hatinya, walaupun dia “terlihat” bahagia. Sayangnya ya itu tadi, banyak yang menanamkan di dirinya bahwa alasan-alasan menunda pernikahannya itu adalah reason, padahal sih cuma rasionalisasi ajah. Dan dengan begitu dia berhasil meyakinkan dirinya sendiri secara semu dengan rasionalisasi tadi dan mengesampingkan alasan yang sebenernya (reason).

    untuk membedakan keduanya rasanya perlu renungan yang dalam ke hati masing-masing. Dan tentunya jujur pada diri sendiri supaya dapat bahagia yang sesungguhnya. 😀

    Like

  16. Saya mungkin agak kebalikan dari pengalamanmu, Chi.
    Saya udah punya pacar sejak SMA … dan bablas terus sampe sekarang sudah punya dua buntut.
    Namun kalo saya nengok lagi ke belakang, saya tidak merasa punya pacar sejak masih sangat belia itu sebagai sesuatu “ikatan” yang memenjarakan saya.
    Teman saya tetep banyak, termasuk temen cewe.
    Saya tetep bisa jalan2 ke mana saya mau, sekalipun karena keterbatasan finansial saya gak bisa main2 ke luar negri, apalagi sampe Denmark. Kalo Demak mah sering *lirik Oelpha dan KepikCantik*.
    Yang penting dalam suatu relasi itu ada titik di mana kedua pihak yang terlibat mau menghargai privacy masing-masing

    Like

    1. kalo kata teman saya yang namanya relationship, apa pun bentuk, adalah never ending negotiation. jadi pintar-pintar bernego kalo mau bahagia 😆

      Like

  17. Ketika aku bilang, “I’m happy by being single.” Aku merasa ada sebuah denial di kalimat itu, Chi. I know, that I’m looking forward to get married, to be a wife, to be a mother. Aku tahu, kesempurnaan hidup bukan diukur dari status: lajang atau menikah, tapi aku mengakui, aku lebih merasa lengkap ketika bisa membesarkan anakku dengan suami yang menyayangiku.

    Jadi, Chi.
    Those days when I said, “I’m single and happy,” is over now.
    Sekarang, aku ingin mencari pasangan… haha… too desperate, don’t you think? 🙂

    Semoga Pacarku segera pulang kampung dan kita bisa cepet kawin… eh, nikah! 😀

    *curhat colongan* 😀

    Like

  18. Saya terkesiap (halah) membaca judulnya …
    Menurut saya …
    Bahagia dan Menikah itu dua hal yang berbeda …
    Memang Kita bisa bahagia walaupun belum (tidak) menikah …
    Dan orang yang menikah itu ada juga yang tidak bahagia …

    Tapi percayalah …
    Dengan menikah (dengan orang yang benar tentu …)
    membuat kebahagiaan kita lebih lengkap …

    Salam saya

    Like

  19. komentarnya banyak buener…
    menikah? belum
    pengen? mauuuu….
    yuk nikah? ah nanti dulu kamu mau di kasi makan apa..

    Like

  20. cuma merasa seharusnya gak perlu dipertentangkan koq antara menikah sama bahagia. kita bisa menikah dan bahagia, menikah dan tidak bahagia, tidak menikah dan bahagia dan tidak menikah dan tidak bahagia.

    keduanya adalah pilihan, dan ya kita hidup berdasarkan pilihan-pilihan kita kan?

    Like

    1. betul, makanya saya menaruh kata “atau” di judul. tidak bermaksud apa-apa, hanya pengen menunjukan bahwa bahagia itu seharusnya bisa dalam keadaan apapun.. 😉

      Like

  21. “I’m financially safe, and I don’t have to be married to be happy“

    artinya perempuan yang dimaksud menganggap bahwa menikah adalah salahsatu cara untuk mencapai bahagia. berarti yang dicarinya dalam hidup adalah bahagia. ya wajar aja kalo dia nggak gitu ngebet buat nikah?

    lha? kalo yang tujuannya adalah menikah? walau sebagia apaapun dia, tujuannya gak bakal tercapai sepanjang dia belum nikah. jadi, menurut saya sih kembali ke pribadi masing-masing. tapi, yang perlu dicatet, buat mendapatkan keturunan perlu menikah. :mrgreen:

    Like

  22. Kalok saya kok mending hidup di Indonesia ini, dimana lagi kita bisa mbelok tanpa nyalain lampu sein? dimana lagi kita bisa liyat parlemen ndagel? asal ndak kawin siri saja..nantik kena denda 5 juta. Mau masuk Denmark susah lho mbak..pengalaman saya dulu waktu masih nguli di pabrik pengecer minyak di Indonesia ini, saya disuruh ke nDenmark itu liwat kopenhagen int’ airport, seharian tertahan di sono je..semenjak kejadian bom mbali, orang2 indonesia selalu masuk jalur khusus yang lebih susah daripada orang dari negara laen. Persyaratan mutlak, passport musti udah bolong 5 X, jadi sebelon ke ndenmark itu kita musti berkunjung ke negara lain dulu sebanyak 5X.padahal yang laen passport baru mbikin aja boleh. trus kita disuruh nunggu dan mengikuti prosedur yang mbulet mintak ampun..jadi hilang deh bayangan kita tentang nDenmark –yang katanya negara paling bahagia itu– ketika urusan sama pihak bandara

    Like

    1. saya ngga ngomongin perbandingan negara mas di sini, saya menyebutkan denmark hanya sebagai pertimbangan bahwa di negara yang pajaknya tinggi pun orang-orangnya masih mampu bahagia…

      Like

  23. mending menikah dan bahagia
    karena menikah itu menyempurnakan separuhj agamakita

    berkunjung dan ditunggu kunjungan baliknya
    salam blogger
    makasih
    😀

    Like

  24. tergantung sih ya,
    tapi bagi saya menikah wajib lah
    buat berbagi dan nyari pahala yg buanyakkk 😀

    dan seindah apapun negara orang lain,
    saya tetep cinta akan kampung saya 🙂

    Like

  25. Ha haa ini sepertinya jadi TREND di KOTA yang katanya SUPER sibuk… kalau mau mikir lebih SINTING lagi…. Kenapa sih nikah? Butuh Sex? khan bisa BELI *glodak* atau SKB (Sistem Kebut Semalam)

    Yaah itulah… semoga segala pilihan yang diambil bermanfaat. Bermanfaat saat ini dan nanti ketika hidup di lain masa (kalau masih berfikiran kesana) 😉

    *kabuur*

    Like

  26. itu kan di denmark… kebahagian juga berhubungan langsung dengan kondisi sekitar… kalo kondisi sekitar gw menunjukkan apresiasi yang tinggi untuk pernikahan, ya otomatis akan membuat nikah sebagai sesuatu yang membahagiakan…

    Like

  27. i’m married and i’m happy, it’s better

    sy sangat tidak setuju dengan budaya barat yang membujang sepanjang hidupnya

    so, if someone wants to be happy without getting marry, just move to denmark

    Like

  28. haha..foRum diskusi nih..^^ mantap aRtikeLnya..kunjungan peRdana kak…

    saya setuju….dan kayanya sama dengan kondisi saya deh.. im happy, but im alone.. haha..^^ but still..im happy..

    Like

  29. “I wish I had someone to share with”

    bener juga ya…
    bahwa menikah atau tidak menikah bukan jaminan untuk suatu kebahagian. single ato menikah, bisa sma-sama meraih kebahagiaan.

    tapi ya itu tadi, kebahagiaan lebih bermakna ketika bisa dinikmati bersama. yaitu the loveable one. pasangan hidup.. suami / istri…

    bahkan kesedihan pun akan terasa ringan, jika ada orang lain yang bisa diajak berbagi. menanggung bersama… terkadang hanya dengan bercerita saja kepada pasangan, akan membuat hati lebih lega.

    alhamdulillah, saya udah menikah…
    nice post, make me re-think.. ternyata saya harus banyak bersyukur 🙂

    Like

  30. Menurut saya sih ya, keengganan wanita untuk menikah itu adalah karena ogah menjadi “istri”, yang gambarannya suka ga enak. Diatur-atur, ga boleh gini ga boleh gitu. Padahal sebenarnya dengan menikah ia bisa mendapat kebahagiaan yang paling indah: menjadi seorang “ibu”.

    *sotoyID*

    Like

  31. Huaaa… Iyaaa.. meskipun aku ada “pasangan”, tapi aku udah mikir pada titik “aku ntar bahagia gak ya..? Apa mending gak kawin aja ya..?” Dan aku nyadar kalo.. Tujuan orang nikah itu bukan untuk bahagia, tapi supaya ada saksi mata paling dekat, apa peran kita di dunia.. Ahiik.. *lho kok jadi sedih..?*

    Like

  32. susah2 gmpang nyerapin rasa kesendirian itu….kadang sneeeeeeng, tp kadang lebih resahhhhhhh bila melihat manusia yang lainnya berjlan dengan pasangan begitu bahagia, kerika melihat yang bertengkar,,kadang bilang…”syukur gw masih jomlo…..”…
    ah apapun perasaan itu,,,scara kodrat aku tetep memilih dn mendukung manusia yg menjadikan married sebgai langkah yang penting dalam menata kehidupan ini kedepannya……
    …….”cie….menata kehidupan,,,kayak rambut aja ditata………………….””” ^_^

    Like

  33. Ddunia hidup dengan berpasang-pasangan, malam dengan siang, bahagia dengan sengsara, laki dan wanita. Jadi kurang lengkap bila kita tidak punya pasangan bagaikan kuah tanpa garam tidal lezat rasanya. Di hubungkan dengan perasaan bahagia itu hanya kamuflase dari keresahan hati yang kurang belaian kasih sayang dari orang tua.

    Like

  34. eh baru baca ini post 😆 :shy:

    eh kepo niiih, yg curhat gt siapa sih jeeeeng? japri aja ya… ghibah yuuuk *ngikik*

    pantes kapan itu jensen minta ijin utk baca plurk-ku 😆
    jd berpikir apa tret itu aku postingin aja ya… *malah udah lupa, isi tret itu tentang apa tho*

    Like

  35. kalau si wanita ingin sekali dikhitbah tapi lelakinya gamau dengan alasan pengen perbaiki diri dulu, apakah itu salah satu alasan menunda menikah? trims

    Like

Leave a comment