Brainstroming ajah!, ngga jelas

Java Jazz Festival 2009, sebuah catatan v.1.3 (tamat)

img00046-20090310-1536

oke, JJF 2009 memang sudah lama berakhir. sudah 2 minggu. Tapi sebagai pengunjung setia JJF mulai dari tahun 2005, entah kenapa saya kecewa dengan penyelenggaraan JJF tahun ini. Ngga puas. Banget! Dan saya merindukan masa-masa JJF di mana saya bisa nonton Incognito, Level 42 atau Eric Bennet dengan santai dan seru.

Kenapa?

Ini alasannya:

1. Performer yang tampil di JJF kemarin memang banyak. Beragam. Berbagai varian musik. Dan ini membuat saya kecewa. Sangat. Karena acara ini bernama Java Jazz Festival. Meskipun tagline nya “it’s a festival for all“, tetep aja It’s a Jazz festival.. so where’s the jazz? Saya sama sekali tidak merasakan atmosfer jazz seperti yang saya rasakan tahun-tahun sebelumnya. Acara tahun ini lebih tepat disebut Java Music Festival. It wasn’t Jazz after all.

2. Pengaturan venue di depan was very sucks. Ada 1 stage di depan sebelum pintu masuk, dan 3 stage di depan setelah pintu masuk. 3!! That’s a lot. Well, tiga panggung tersebut sebenernya tidak terlalu bermasalah. Hanya saja letaknya yang persis di depan pintu masuk membuat tempat itu menjadi semacam bottle neck dengan segala manusia tumpah ruah berjejalan di situ. Mulai dari pengunjung yang baru masuk, pengunjung yang sedang menonton performa artis di panggung, pengunjung yang baru saja naik dari ruang-ruang di bawah, pengunjung yang baru turun dari atas, dan pengunjung yang hendak menuju room lain. Semua membuat satu titik temu di situ dan membuat tempat itu menjadi sangat penuh, crowded dan macet. Yang lebih menyebalkan, karena crowdednya wilayah itu, suara artis yang sedang manggung di salah satu di stage di situ menjadi tidak lagi terdengar kecuali oleh penonton bagian depan. Sisanya tercampur oleh suara-suara orang-orang yang ada di situ, dan tercampur dengan suara dari stage depan. Crap! 😐

3. Pintu masuk hanya ada 3 line. 2 untuk pengunjung biasa, dan 1 untuk pengunjung VIP. Entah pengunjung VIP yang mana. Yang jelas, penumpukan pengunjung di pintu depan untuk kayak mau masuk terowongan Mina. Berjubel. Padahal tahun-tahun sebelumnya, masuk ke dalam venue adalah sangat amat nyaman. Tidak ada antrian, tidak ada desak-desakan, tidak ada kaki terinjak-injak. Saya yakin panitia mestinya tau jumlah pengunjung yang hadir tahun ini dari jumlah tiket yang sudah di sebar. Lalu kenapa hanya buat 2 line untuk masuk?

4. Venue kotor. Sampah dimana-mana. Merokok bisa disembarang tempat. That’s too bad. JJF adalah perhelatan internasional. Jazz pula. It’s should be more elegant. Perasaan tahun-tahun sebelumnya ada deh tempat merokok khusus… 🙄

5. Food Hall was the worst venue there. Pengap. Penuh Sampah. Tanpa ventilasi. Saya harus berjalan ditengah-tengah kumpulan asap rokok. Oke, pengunjung memang lebih banyak tahun ini ketimbang tahun-tahun sebelumnya, dan saya yakin panitia mestinya tau. Kalo pengunjung tidak diperbolehkan membawa makanan dari luar, harusnya panitia bisa menyediakan Food Hall yang lebih manusiawi. 😈

6. Pengunjung was over loaded. Penuh. Oke, entah karena pengemar Jazz tambah banyak sekarang ini atau kan JJF sekarang betul-betul jadi ajang gaul – dengan kata lain, kalo ga dateng ke JJF berarti lo ga gaul –  I don’t know, I don’t have any idea. Lah saya ini datang ke JJF dari sejak tahun 2005 karena saya memang pengemar dan penikmat Jazz. Bukan karena takut ga gaul. Buat apa saya buang-buang duit ratusan ribu rupiah hanya untuk sebuah kata gaul tapi saya ngga ngerti sama sekali musik nya. Ngga. Well oke, that’s objectif. Saya emang ga bisa melarang-larang sapa pun yang punya duit untuk datang ke JJF kalo emang dia pengen. Siapa saya?? hohohohoho… Tapi, dengan tempat terbatas, tidak kah harusnya diperhitungkan jumlah tiket yang dijual dan dibagi-bagikan sebagai undangan atau pun hadiah? Kalo abis ya harusnya abis aja, ga perlu ditambah-tambah. Kalo ngga, ya jadilah penuh sesak, crowded kayak kemaren itu. Acaranya pun tidak lagi dapat dinikmati dengan enjoy seperti tahun-tahun sebelumnya.

Well. di luar semua itu. Saya tetap appriciate untuk penyelenggaraan JJF tahun ini. Di atas hanya lah bentuk kekecewaan saya pribadi, dan berharap bisa menjadi masukan JJF tahun depan. Mudah-mudahan saya masih bisa dateng JJF tahun depan… :mrgreen:

67 thoughts on “Java Jazz Festival 2009, sebuah catatan v.1.3 (tamat)”

  1. marilah kita berdoa agar japa jezz tahun depan lebih baik dari tahun ini, berdoa mulai…
    *ngundang dream theater*
    *ngundang stratovarius*
    *ngundang helloween*
    *ngundang joe satriani, steve vai, paul gilbert*
    *mengubah namanya menjadi java rock festival*
    amien… 😆

    Like

    1. .
      Setuju, Jib,,,,

      Nungguin juragan Setiawan Djody berbaek hati manggungin Metalica di Lebak Bulus kayak taon 90 an doloo,,,,,

      [ eh, situh udah lair belom ya Jib ??? ]

      Like

  2. Emang terasa aneh festival tahun ini, sy gk dateng si… berdasar update info2 dari media dan kawan2 yg dateng, emang festivalnya kurang greget utk kali ini…

    Tapi salut ada musisi jazz cilik yg manggung d sana thun ini… *liat di berita TeVe*
    *oh iya apa karena beda penyelenggara jadinya beda konsep?*

    Like

  3. emang katanya “kadar” jazz-nya agak dikurangi sebenernya dari tahun kemarin. biar lebih menyedot banyak pengunjung. jazz kan segmented banget soalnya. mungkin jak jazz lebih nge-jazz?

    Like

  4. wah wah.. aku juga suka music jazz.. beda nya music jazz lebih asik di dengarkan dengan santai, dan terutama tidak ada yang mengganggu , biar ajip merasuk ke kuping.. hihih.. kalo udah merasuk.. nah dapet deh feel dan makna nya.. ^ ^

    Like

  5. setuju sama @chic. acara JJF kemarin nggak nyaman banget buat pengunjung; terutama karena penuhnya itu, lho… mungkin itu sebabnya juga banyak sampah. mudah-mudahan tahun depan panitia bisa ngatur acara lebih baik lagi, supaya kita semua bisa menonton dengan nyaman tanpa harus desek-desekan dan main bodi biar bisa berpindah dari satu venue ke venue lainnya.

    Like

  6. ya, tahun ini rasanya ada yg kurang pas dgn pengaturan festivalnya. bukan semata penonton yg makin banyak tapi juga soal pengaturan lain-lainnya. mau pindah tempat di area sebesar apapun kalau manajemennya lemah ya sama aja.

    Like

Leave a comment