Pagi ini, saya sedikit bercakap-cakap dengan seorang perempuan, sahabat saya sejak tiga belas tahun terakhir ini. Sebuah percakapan yang tidak terlalu panjang sebenernya, tapi ntah kenapa membuat otak saya menjadi lelah. Dua tahun yang lalu, kami pernah melakukan percakapan yang hampir serupa, dimana akhirnya perempuan itu memutuskan bercerai dengan suami, menitipkan sang anak kepada orang tua nya di Sukabumi, dan pindah kerja ke Semarang. Benar-benar sebuah keputusan besar.
Saya, pada waktu itu sempat bertanya kenapa harus pake pindah ke kota lain. “Saya sudah tidak sanggup hidup dan tinggal di kota itu” ujarnya. Dan saya tidak bertanya lebih lanjut. Saya paham mengapa dia memilih pergi. Tapi saya tidak bisa mengerti dengan alasannya. Karena sesungguhnya yang dia benci bukan kotanya, tetapi kenangannya, dan laki-laki itu. Bukan dia yang seharusnya pergi, tetapi kenangannya dan tentu saja, laki-laki itu, dari kehidupannya.
Kini, setelah sekian lama, perempuan itu mencoba membuka lembaran kisah baru. Kurang dari setahun yang lalu. Berusaha mengalahkan segala kenangan buruk, segala sakit hati, semua derai air mata waktu itu. Berusaha bahagia dengan pilihan, meskipun belum memantapkan langkah untuk menetap.
Dan tadi pagi, perempuan itu kembali datang kepada saya. Dengan keluh kesah yang sama, derai air mata yang sama, dengan cerita yang hampir sama. Lalu memutuskan untuk kembali meninggalkan kota tempat dirinya menetap sekarang. Lagi-lagi saya terdiam, berusaha memahami keputusan itu. Walaupun banyak pertanyaan dalam benak saya, hanya satu yang terlontar. Mengapa kali ini kota itu yang kamu tuju? “Karena hanya kota itu yang benar-benar saya suka dan tidak akan merasa sendiri” jawabmu.
Ah sahabat, tau kah kamu bawa susah dan senang itu sudah bersahabat akrab sejak bahkan manusia belum diciptakan di bumi ini. Ketika dulu kamu memutuskan untuk berlari, menjauhkan raga mu dari tempat itu, itu adalah inisiatifmu sendiri. Bukan keputusan orang lain. Pun sekarang, ketika kamu merasa susah, kecewa, tidak sanggup lagi ada di tempat itu, kamu bilang mau pergi saja. Ya, kamu boleh memutuskan apa saja. Mau berlari kemana saja. Mungkin sampai kamu puas. Tetapi ingat sehabat, ke mana pun kamu pergi, di sana juga selalu ada kesusahan. Bahkan ke tempat yang kamu pikir kamu benar-benar suka.”
Saya pernah merasa susah, tetapi saya tidak pergi. Saya memilih mengubur rapat-rapat semua kenangan, dan merelakan yang ingin pergi benar-benar pergi. Tapi saya tinggal. Dan tahukah kamu mengapa Tuhan menciptakan ruang di antara jari-jari kita? Karena Ia ingin mengisi ruang yang kosong itu dengan tangan-Nya sehingga kita tidak merasa sendirian dalam keadaan apa pun. Ya saya, saya tahu tidak akan sendiri.
Kalo lari terus, selanjutnya mau ngapain? Ngga cape apa ya? 🙄
yang pengen lari, mending pake streching dulu, biar ga keseleo otot…
LikeLike
aku juga mau meninggalkan jakarta chic, mau pindah ke rumah orang tua ku di melbourne *ngarep*
LikeLike
Supaya selesai memang harusnya dihadapi.
LikeLike
makanya… iblis memang lebih baik hati ketimbang Tuhan, klo iblis selalu menawarkan kesenangan, sementara Tuhan selalu memberi ujian dan cobaan yang tak henti-hentinya… huehehe
*nyungsep*
LikeLike
ini ada curcolnya gak yah? *ampun chic* 😛
LikeLike
Hah ?? mau pindah Lagi… mudah2an yang sekarang pulkam degh Bu… biar deket sama bocah nya…
LikeLike
Jangan lari dari masalaha… masalah muncul untuk diselesaikan bukan di tinggal lari
Sejatinya hidup adalah masalah.. jika manusia takut menghadapi maslaah, apakah manusia masih layak disebt masih hidup???
LikeLike
mending kalo mau lari dari persoalan … lari di tempat aja.
LikeLike
salam kenal bu dari sinjai-sulsel
manipi.wordpress.com
LikeLike
Ndutz suka banget tuh yang bagian itu…emang masalah datang bukan untuk dihindari tapi untuk diselesaikan 🙂
LikeLike
Dan tahukah kamu mengapa Tuhan menciptakan ruang di antara jari-jari kita? Karena Ia ingin mengisi ruang yang kosong itu dengan tangan-Nya sehingga kita tidak merasa sendirian dalam keadaan apa pun
Atau mungkin Tuhan menciptakan itu agar kita bisa menjalin kedua tangan kita dan tidak akan pernah merasa kesepian kalau bisa berteman dengan diri sendiri.
Mungkin solusinya ada di hati. Karena rumah bukanlah tempat, tapi hati.
Koko
lplpx.com
LikeLike
hiks… hiks…
LikeLike
ampun-ampun! ini pelajaran buat ane biar selectif milih bini!
LikeLike
tragis juga. celakanya, cerita semacam ini kini banyak terjadi. Seorang teman saya sedang dalam proses seperti kisah Anda itu. Sedih juga ya.
LikeLike
Komentar no 13! moga2 bukan angka sial!
LikeLike
wah, itu namanya lari, mencoba untuk lari dari kenangan, hehehe, pada dasarnya, kenangan itu ngga bisa dilupakan toh… kalo aku sih mikirnya kalo lari itu lemah, ga sanggup menghadapi kenyatåan itu jg lemah
LikeLike
lari bikin capek…enakan naik mobil ato nga naik motor *asal nga macet.
😛
LikeLike
coba suruh ke haman mbak..
eh… heheheeh..
LikeLike
lari emang bikin cape
kalo di tiap kota dia mengalami hal serupa, terus selalu lari…njuk mo tinggal dimana…..
lari ke Tuhan aja
*sok relijius
LikeLike
Ada saat utk pergi, asal jangan utk melarikan diri…
LikeLike
kadang lari itu menyenangkan. sembari berharap2 cemas ada sesuatu yg mengejutkan di balik tikungan.
LikeLike
ada masanya dia akan lelah sendiri Chi….
LikeLike
Running away is never a solution, ya, Chi.
I think we’re both agree with that.
Karena benar seperti yang kamu bilang: bukan kita yang harus pergi meninggalkan, tapi kenangan dan luka itu yang musti pergi…
Ah, this is sweet, Chi…
And btw, iya… that was me in CC! hhehe…
LikeLike
trus sekarang gimana? apa masih terus berpindah dan mencari kota yang cocok lepas dari semua masalah?
LikeLike
lari emang lebih gampang….instan, asli produk jaman sekarang.
meskipun mungkin bukan jawabannya…
LikeLike
mungkin selama ini hanya bisa lari (secara fisik) tapi belum bisa lari dari kenyataan hatinya…
atau
merasa ini yang paling dan pasti susah dilupakan….
di partisi dulu baru di format (emang hardisk)
LikeLike
Masa lalu yang suram bukanlah alasan untuk membuat langkah kita goyah.
LikeLike
baik atao buruk kenangan itu memang ada dan pernah menjadi nyata…
LikeLike
sepertinya teman itu adalah seorang wanita yang merasa tegar, dan berfikir mampu manjalani segalanya seorang diri, padahal dia masih punya banyak teman untuk berbagi,
.
mari berbagi
LikeLike
Saya pernah merasa susah, tetapi saya tidak pergi. Saya memilih mengubur rapat-rapat semua kenangan, dan merelakan yang ingin pergi benar-benar pergi. Tapi saya tinggal. Dan tahukah kamu mengapa Tuhan menciptakan ruang di antara jari-jari kita? Karena Ia ingin mengisi ruang yang kosong itu dengan tangan-Nya sehingga kita tidak merasa sendirian dalam keadaan apa pun. Ya saya, saya tahu tidak akan sendiri.
kalimat yang bagus. Persoalan itu tidak akan hilang kecuali kita memberanikan diri untuk menghadapinya
😀
LikeLike
masalah tuh semakin kita lari.. semakin dia ngejar… 🙂
Chiiiii, ampe ktemu di Bogor hari minggu yaaaaaaaaa :-*
LikeLike
Waduh, aku tahu tuh siapa yang dimaksud, Chi…
Turut prihatin dan udah bertahun-tahun juga aku nggak ketemu dia. Sampaikan salam aja kalau pas ngobrol lagi ya…
LikeLike
aku sudah memutuskan lari dari kalimantan…. untung gak berenang… bisa-bisa kelelep….
LikeLike
lari itu karena belum sanggup hadapi kenyataan :d *sok serius*
LikeLike
setiap orang mempunyai cara tersendiri didalam merajut masa depannya. apalagi rajutan itu sudah terlanjur kusut. biarkan dia mencari warna baru dalam hidupnya, agar energi yang maru itu akan membawanya kejalan yang memberikan kesejatian dalam hidup yang penuh makna. Salam Kenal.
LikeLike
jadi sedih… 😦
LikeLike
Selanjutnya ya melanjutkan donk… ah
LikeLike
salam kenal ci blognya bagus kok
LikeLike
masalah ada dimana-mana, masalah mesti diselesaikan segera, bukan melarikan diri kelain lokasi…. or hati.
btw ulasannya bagus kayak orang tua, padahal photonya masih sangat muda (he he betulkah?).
link exchange yuk?
LikeLike